Persaudaraan Sesama Manusia
Sewaktu masih kecil dulu, hidup di desa, ayah selalu mengatakan bahwa sesama manusia adalah bersaudara. Setahu saya, ayah saya tidak pernah bersekolah, dan apalagi hingga perguruan tinggi. Pengetahuan agamanya diperoleh dari pesantren. Yang diceritakan adalah ketika mengaji di Bagelen. Waktu itu saya tidak tahu, di mana Pesantren Bagelen itu. Ternyata, berada di sebelah barat Yogyakarta.
Walaupun pendidikannya sebatas pesantren dan mungkin juga tidak terlalu lama, tetapi saya tangkap memiliki wawasan tentang kemanusiaan yang sedemikian luas dan mendalam. Selalu saja mengatakan bahwa semua manusia itu sebenarnya adalah sama dan bersaudara. Setiap manusia tidak bisa memilih dilahirkan pada suku apa, bangsa apa, dan di mana. Semuanya itu adalah kehendak Tuhan.
Pandangannya tentang manusia itu rupanya mengacu pada al Qur;an dan as sunnah yang dikajinya. Bahwa manusia itu merupakan umat yang satu. Manusia itu terdiri atas unsur dzahir dan batin. Dzahirnya beraneka ragam, baik menyangkut besar atau kecil tubuhnya, panjang pendek, warna kulit, dan juga rabutnya. Semuanya beraneka ragam.
Perbedaan tersebut justru menguntungkan, yaitu agar satu dengan lain dapat saling berkenalan. Dikatakan bahwa umpama ukuran tubuh, warna kulit, bentuk, dan rupa semua manusia itu sama, seperti halnya telur bebek atau telur ayam, maka akan kesulitan mengenal satu dengan yang lainnya. Sekedar mengenali saja, seumpama semua manusia itu sama, akan kesulitan. Perbedaan itu adalah rakhmat.
Sekalipun terdapat perbedaan antar sesama tubuh manusia, tetapi ada unsur yang sama, yaitu ruhnya. Bersamaan dengan ditiupkan ruh pada setiap manusia juga disertai dengan rasa, zat, dan nikmat yang sama pula. Oleh karena itu, sekalipun manusia itu berasal dari suku dan kebangsaan yang berbeda-beda, tetapi memiliki rasa, nikmat, dan zat yang sama.
Kesamaan itu dapat diketahui dari misalnya, ketika sama-sama melihat ada orang yang durhaka kepada orang tuanya, maka semua akan merasakan kesedihan yang sama. Ketika melihat orang yang diperlakukan secara tidak adil, dianiaya tanpa sebab, dan lain-lain, maka orang yang berasal dari suku dan bangsa apapun akan merasa sedih dan tidak mau menerima perlakuan tersebut.
Semua manusia di mana dan kapan pun lahir ke dunia tidak bisa memilih orang tua, suku, dan juga bangsa apa. Semuanya adalah kehendak Tuhan. Seseorang lahir di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jepang, Philipina,. Amerika, Eropa, Arab, dan lain-lain adalah bukan menjadi pilihannya sendiri. Oleh karena itu menjadi suku apa, dan bangsa apa, orang tua seperti apa, semuanya tidak bisa diusahakan.
Memahami hal tersebut sebenarnya tidak ada alasan di antara sesama manusia terjadi saling menjauh dan apalagi menganggap musuh. Perbedaan sebagaimana digambarkan di muka adalah supaya di antara manusia yang berbeda-beda tersebut agar justru saling kenal mengenal. Tatkala kemudian ada perbedaan, maka pembedaan itu bagi Allah, adalah terletak pada ketaqwaannya (Q.S. 49:13)
Namun pada kenyataannya, di antara berbagai bangsa yang berbeda-beda itu terjadi kesenjangan, baik dari aspek ekonomi, pendidikan, penguasaan ilmu pengertahuan, teknologi, dan bahkan juga agama. Ada negara-negara yang sedemikian makmur dan maju, karena berhasil mengembangkan sains dan teknologi. Tetapi sebaliknya, ada negara-negara yang tertinggal, miskin, dan bahkan terbelakang.
Perbedaan itu sebenarnya jika direnungkan secara mendalam berasal dari kemampuan mereka menjawab tantangan hidupnya. Bangsa-bangsa yang ulet dan sungguh-sungguh dalam mengembangkan sains dan teknologi hingga berhasil menguasai sumber-sumnber ekonomi, akhirnya menjadi kaya. Kekayaannya itu kemudian digunakan untuk mengembangkan lembaga pendidikan, pusat-pusat riset, dan ilmu pengetahuan, maka akhirnya mereka semakin maju mengungguli bangsa-bangsa lainnya.
Mendasarkan pada kenyataan tersebut, jika suatu negara menginginkan agar meraih kemajuan, baik di bidang pendidikan., ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi dan lain-lain, maka tidak ada cara lain kecuali harus memeras otak dan bekerja keras sebagaimana bangsa-bangsa yang telah maju terlebih dahulu. Bahwa kemajuan itu sebenarnya bisa diraih, yaitu melalui usaha yang sunguh-sungguh, mencurahkan semua tenaga dan pikirannya, tanpa mengenal berhenti.
Jika hal tersebut dilakukan oleh siapapun, suku, dan bangsa manapun, maka akan menjadi kuat. Berbekalkan kekuatan itu maka akan mampu bersaing dan menang dengan siapapun. Sebaliknya, jika tidak dilakukan maka selamanya akan kalah. Bangsa kita, dalam sejarahnya, adalah punya naluri sebagai pekerja keras, ulet, berani berkompetisi dengan bangsa-bangsa manapun.
Oleh karena itu untuk meraih prestasi tersebut, maka yang diperlukan adalah kemauan keras dan sesuai keadaan sekarang adalah pendidikan yang berkualitas. Hal demikian itulah yang selalu ditanamkan oleh ayah kepada saya. Sekalipun latar belakang pendidikannya hanya pesantren, yang juga tidak terlalu lama, ternyata paham tentang manusia dan kunci-kunci keberhasilan dalam menjalani hidup . Wallahu a’lam
Prof. Dr. Imam Suprayogo
Guru Besar UIN Malang
Ketua Dewan Pakar Tazkia IIBS