Pelajaran Dari Kerusuhan Di Beberapa Kota di Amerika Serikat
Banyak orang berani mengatakan bahwa di negara maju tidak akan terjadi kerusuhan yang parah yang mengakibatkan bangunan dan fasilitas umum hancur. Demikian pula juga tidak akan terjadi penjarahan atau mengambil paksa sesuatu bukan miliknya. Tetapi pada kenyataannya banyak orang masuk mall, pertokoan, dan kemudian mengambil barang-barang sesukanya tanpa berpikir bahwa semua itu adalah bukan miliknya. Pihak keamanan tampak sampai tidak mampu menghentikan perusakan dan tindakan yang tidak benar itu.
Tentu saya mengetahui informasi tersebut sebatas dari pemberitaan, baik melalui televisi maupun beberapa video yang bersebaran melalui you tobe dan lainnya. Dengan demikian tentang kebenaran pemberitaan tersebut, saya sendiri belum bisa memastikan. Akan tetapi, pemberitaan itu sumbernya bermacam-macam dan ternyata ada kesamaan.
Terlepas dari benar atau tidaknya pemberitaan dimaksud, ketika menyaksikan keadaan yang mengerikan lewat berita-berita tersebut mengusik hati untuk bertanya tentang penyebab yang sebenarnya, dan selanjutnya juga membayangkan, betapa sedihnya, andaikan keadaan itu juga terjadi di tempat-tempat lain, termasuk di Indonesia sendiri. Berbagai macam bangunan dan fasilitas umum dalam waktu sekejab menjadi hancur dan luluh lantak akibat kemarahan massa yang tidak terkendali.
Peristiwa kemarahan sebenarnya dapat terjadi di masyarakat dan negara manapun, tidak terkecuali di negeri kita sendiri. Persoalannya adalah bagaimana hal yang sangat membahayakan itu tidak terjadi. Seperti dikemukakan di muka, banyak orang berani mengatakan bahwa di negara maju, masyarakatnya tidak mudah disulut emosinya hingga melahirkan kemarahan yang berlebihan. Dianggapnya, masyarakat maju sudah dewasa, berdisiplin tinggi, taat ,hukum, aturan atau tata tertib, dan lain-lain.
Apa yang terjadi di Amerika Serikat tersebut, memberikan bukti bahwa kemarahan itu bersifat universal, di mana pun bisa terjadi. Mulai dari di lingkungan paling kecil, yaitu keluarga hingga di masyarakat berukuran besar dan maju sekalipun. Emosi dan perilaku tidak terkendali tidak saja didominasi oleh masyarakat di negara berkembang, tetapi juga dapat terjadi di masyarakat manapun tingkatannya. Selain itu , sementara orang mengatakan bahwa demokrasi bisa menyelesaikan masalah bersama, tetapi pada kenyataannya tidaklah demikian. Apa yang terjadi di Amerika Serikat pada akhir-akhir ini membuktikan dengan jelas, demokrasi tidak mampu menyelesaikan masalah kehidupan yang sebenarnya.
Orang boleh-boleh saja mengatakan bahwa sebab kerusuhan tersebut dipicu oleh rasa ketidak adilan dengan terbunuhnya seorang kulit hitam. Katakanlah bahwa statemen itu betul, tetapi sebenarnya masih terbuka ruang untuk dikritisi, yaitu misalnya apakah setiap kematian akan menyebabkan kerusuhan yang sama. Tentu jawabnya tidak selalu demikian. Kematian seorang kulit hitam itu sebenarnya hanya momentum untuk memantik terjadinya kerusuhan yang mengerikan tersebut.
Kerusuhan secara meluas tersebut adalah sangat mungkin sebagai akibat dari perasaan kecewa secara kolektif yang telah berlangsung lama. Kematian seorang kulit hitam sebenarnya tidak lebih dari sekedar pemantik saja. Kejengkelan yang sudah menumpuk, ketika muncul pemantik, maka meletuskan kemarahan yang tidak terkendali itu. Kerusakan yang tampak mengerikan itu sebenarnya merupakan ekspresi rasa sakit hati yang mendalam yang tersimpan secara kolektif dalam waktu lama dan akhirnya meletus itu.
Persoalan yang menyangkut wilayah hati sebenarnya selalu tidak mudah diselesaikan. Sebagaimana disebut-sebut di muka, bahwa masyarakat demokratis yang telah dewasa akan bisa menyelesaikan persoalan apapun. Tetapi pada kenyataannya tidaklah demikian. Menyangkut persoalan hati, secara komprehensif hanya bisa diselesaikan melalui pendekatan agama. Persoalannya, masyarakat Amerika, yang saya tahu, tidak banyak mengenal agama. Di negeri itu agama tidak dianggap penting. Berbagai persoalan dipercaya dapat diselesaikan dengan cara-cara yang diciptakannya sendiri. Namun, pada kenyataannya gagal. Belum lagi, ketika hal tersebut dilihat dalam konteks yang luas, yaitu terkait hubungannya dengan negara-negara lainnya.
Melalui berita-berita yang dapat diikuti dari Amerika Serikat ini, banyak hal penting yang bisa diambil sebagai pelajaran dalam menjalani kehidupan ini. Misalnya, bahwa dalam merawat kehidupan bersama tidak boleh dibiarkan terjadinya ketidak-adilan. Perlakuan diskriminatif atas dasar apapun tidak boleh terjadi di manapun dan kapanpun. Bahwa untuk meraih kedamaian dan ketenteraman bersama tidak cukup hanya ditempuh dengan pendekatan kesejahteraan yang bersifat dzahir dan sebaliknya, mengabaikan aspek batin. Kerusuhan yang amat dahsyat di Amerika Serikat sebenarnya justru dipicu oleh kemiskinan batin yang memang tidak dirawat.
Sebagai seorang yang sehari-hari bersentuhan dengan kegiatan kajian agama, melihat apa yang terjadi di Amerika Serikat ini, saya semakin yakin bahwa tanpa agama masyarakat sebenarnya memang bisa mengalami kemajuan, sepanjang kemajuan yang dimaksud itu adalah hanya sebatas bersifat fisik. Amerika Serikat dikenal sebagai negara maju sekalipun tanpa peduli pada agama. Kemajuan itu akan bersifat komprehensif, dalam arti mampu melahirkan kehidupan yang damai, rukun, dan sejahtera yang sebenarnya, manakala disempurnakan dengan agama. Kehadiran agama adalah merawat apa yang ada di dalam hati. Hal demikian tidak boleh dianggap sederhana, sebab justru bersumber dari apa yang ada di dalam hati itulah cita-cita mulia, mewujudkan kehidupan yang damai dan sejahtera yang sebenarnya baru dapat diraih. Wallahu a’lam
Prof. Dr. Imam Suprayogo
Guru Besar UIN Malang
Ketua Dewan Pakar Tazkia IIBS