Mengingat Tuhan
Sejak kecil, berusia anak-2, saya sudah diajari mengenal Allah. Bahwa kita ini menjadi ada adalah karena ada yang menciptakan. Tidak mungkin kita ada dengan sendirinya. Menjadi ada karena dirinya sendiri, tidaklah mungkin. Pasti ada kekuatan yang mengadakan, yaitu Tuhan.
Secara lahiriah, kita berasal dari ayah dan ibu. Tapi keduanya juga tidak pernah merasa membuat. Hubungan suami isteri itu yang kemudian melahirkan anak. Tapi mereka tidak pernah merasa membuat. Mereka hanya merasa ketitipan saja. Itulah sebabnya, terhadap anaknya sendiri, orang biasanya merasakan sebagai titipan belaka.
Pandangan tersebut menjadikan orang mengenal Tuhan. Akan tetapi, siapa yang disebut sebagai Tuhan itu tidak diterangkan. Tuhan disebut dengan sebutan Allah. Tetapi yang bernama Allah itu siapa, tidak banyak orang yang menjelaskan.
Menyangkut pertanyaan tentang Tuhan tidak banyak atau mungkin tidak boleh dikemukakan. Sekalipun keinginan tahu sedemikian kuat, tetapi tidak boleh atau supaya menghindar dari bertanya. Hal tersebut bisa jadi karena tidak ada yang bisa menjawab, atau khawatir jawaban yang diberikan kurang tepat atau bahkan keliru.
Tentu kata atau sebutan "Allah" itu adalah nama. Pasti nama itu ada pemiliknya. Adapun siapa pemiliknya, tidak ada orang yang tahu. Sebab pemilik nama yang agung dan mulia itu adalah ghaib atau tidak kelihatan. Selain itu Tuhan juga tidak bersuara, tidak berbentuk, tidak memerlukan tempat, adalah zat, dan tidak ada apapun yang menyerupainya. Hal yang demikian itu tidak mungkin, sepinter apapun, manusia mampu mengenalinya..
Manusia sendiri memiliki naluri untuk bertanya tentang apa saja, tidak terkecuali tentang sesuatu yang tidak mungkin mampu dijangkau, yaitu termasuk tentang Tuhan. Itulah sebabnya, selalu muncul berbagai diskusi siapa sebenarnya Tuhan itu, tempatnya di mana, apa yang dilakukan, mengapa menciptakan jagad raya ini, termasuk manusia. Tentu berbagai perbincangan bersama tersebut tidak pernah diperoleh jawaban final. Adalah justru sebaliknya, melahirkan pertanyaan baru yang juga sama-sama tidak bisa dijawab.
Allah adalah zat, maka tidak mungkin bagi siapapun mampu mengenalinya. Satu-satunya cara adalah mengenal ciptaannya, yaitu diri yang bersangkutan dan atau alam semesta. Itulah sebabnya dikatakan bahwa siapa yang mengenal dirinya akan mengenal Tuhannya. Begitu pula mengenal alam, semua berjalan teratur. Hal itu melahirkan sikap kagum, dan kemudian membuahkan kesadaran bertuhan.Namun hal itu juga tidak mudah diperoleh pemahaman tentang siapa Tuhan itu sebenarnya.
Sekalipun sudah disadari dan dirasakan bahwa Tuhan tidak mudah dikenali oleh karena tidak ada bentuknya, tidak bertempat, dan tidak bisa diserupakan dengan apapun, masih saja ada orang yang merumuskan dengan akalnya sendiri. Di antaranya, yang terasa masuk akal adalah supaya mencari orang yang mengkabarkan tentang adanya Tuhan dan bahkan yang juga memberi tahu nama Allah itu sendiri.
Orang yang memberi informasi adanya Tuhan, namanya sering disebut ketika nama Tuhan disebut. Dia adalah selalu dengan, selalu bersama, selalu serta, dan juga disebut sebagai kekasih dan utusan Tuhan. Siapa itu, adalah Muhammad saw. Oleh karena, nama itu selalu disebut ketika nama Allah disebut maka dengan mengingat namanya maka artinya juga sekaligus telah mengingat Allah. Sekali lagi, beliau adalah kekasih dan juga utusan Allah.
Jika logika tersebut bisa diterima, maka telah ditemukan cara mengingat Allah. Yaitu mengingat orang yang selalu bersama, selalu dengan, selalu serta, dan adalah menjadi utusan Allah swt.
Hal yang sudah semakin jelas tersebut akan menjadi semakin terang lagi jika diketahui tempat keberadaan orang yang dikasihi dan menjadi utusan Allah tersebut. Yaitu, berada di baitullah yang tempat itu oleh Ibrahim AS., ditandai dengan bangunan ka'bah. Tentu pemahaman ini bersifat ruhaniyah, karena perbincangan menyangkut agama lebih terkonsentrasi pada wilayah ruhani.
Akhirnya, dengan mengingat bangunan ka'bah sebagai tanda baitullah, sebenarnya sudah serupa dengan mengingat rasul. Oleh karena rasul selalu bersama Allah, atau paling tidak ketika nama Allah disebut juga nama Muhammad saw disebut, maka artinya juga sudah mengingat Allah. Mengingat Allah adalah lewat mengingat baitullah dan atau rasulNya, yaitu Muhammad saw.. Wallahu a'lam
Ditulis oleh: Prof. Dr. H. Imam Suprayogo - (Dewan Pakar Thurina International Islamic Boarding School)