Antara Mengata Pancasila Dan Mengamalkannya
Semua orang pandai menyebut kata Pancasila, namun ternyata tidak mudah melaksanakannya. Sejak anak mulai bisa berbicara, mereka bisa diajak untuk mengata Pancasila dan bahkan menghafalkannya. Rumusan sila-sila Pancasila, siapapun mengatakan indah. Tetapi jangan ditanya tentang melaksanakan atau mengamalkannya. Tidak sembarang orang, tanpa terkecuali para pemimpinnya, mampu menjalankan sepenuhnya.
Banyak orang pintar menyusun kata-kata. Tetapi apa yang dikata belum tentu dipahami dan apalagi bisa diwujudkannya. Pancasila adalah kata-kata yang disusun oleh pendidri bangsa ini. Isinya memang bagus, menggambarkan cita-cita bangsa ini. Umpama semua sila dari Pancasila dapat dilaksanakan oleh semua warga negara, tentu bangsa ini akan indah sekali.
Sebagai warga negara yang bertuhan, mereka akan mengerti tentang dirinya sendiri. Berbekalkan pemahaman terhadap dirinya sendiri, maka mereka juga akan mengenal tuhannya. Selanjutnya mereka akan memahami esensi dan hakekat hidup ini. Pemahaman ini akan dijadikan dasar untuk menata hati, ucapan, dan tindakannya. Orang yang sadar tentang esensi dan hekekat hidupnya, tentu tidak akan sembarangan di dalam menjalani hidupnya.
Orang yang berjiwa kemanusiaan, tidak akan sampai hati melihat orang lain menderita akibat perbuatannya. Dalam setiap melakukan sesuatu akan melihat manfaat dan mudharat, bukan saja terhadap diri dan keluarganya sendiri tetapi juga terhadap orang lain, dan bahkan terhadap negara dan bangsanya. Mereka tidak ingin hidup sendiri, selamat sendiri, berbahagia sendiri, tetapi selalu memperhatikan lingkungannya. Itulah jiwa kemanusiaan yang seharusnya tertanam pada diri seseorang yang berkemanusiaan.
Sebagai orang yang ber-Pancasila, selalu mengutamakan persatuan sebangsa dan se-tanah air sekalipun berbeda suku, etnis, asal usul, dan bahkan agamanya. Mereka akan sadar bahwa bangsa ini menjadi kuat jika Bersatu, dan begitu sebaliknya. Agar bisa bersatu maka harus bersedia berkorban dan tidak selalu mencari menangnya sendiri. Umpama ingin memperoleh kemenangan maka kemenangan itu diusahakan dengan cara terbuka dan jujur. Berlomba-lomba dalam kebaikan dianjurkan oleh ajaran agama.
Bangsa yang terdiri atas banyak suku, bertempat tinggal di berbagai wilayah yang berbeda-beda dan demikian pula agama dan kepercayaannya, maka harus ada perwakilan di dalam memutuskan sesuatu terkait dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Orang yang dipercaya mewakili masyarakatnya, tentu seharusnya mengetahui keadaan dan aspirasi mereka yang diwakili dan bahkan hingga memahami suara batinnya. Para wakil rakyat menerima amanah seharusnya karena terpercaya dan bukan diperoleh dengan cara yang tidak benar.
Bangsa yang ber-Pancasila menghendaki agar cita-cita mulia, yaitu melahirkan keadilan bagi seluruh bangsa Indonesia dapat diwujudkan. Betapa indahnya, umpama rasa keadilan dapat diwujudkan terhadap semua warga negara tanpa memandang strata social, suku, agama, dan lain-lain. Tindakan apa saja, baik oleh individu, kelompok, organisasi, dan apalagi oleh pemerintah selalu mendasarkan pada keinginan untuk melahirkan keadilan. Siapapun tidak ingin menang dan atau beruntung tatkala keinginananya itu mengakibatkan orang lain terganggu rasa keadilannya.
Rumusan kata-kata dalam Pancasila memang sedemikian indah. Hampir tidak ada orang yang mampu mengoreksi dan apalagi menyalahkannya. Itulah sebabnya falsafah kehidupan ini dirasakan menjadi milik semua, tanpa melihat latar belakang, suku, maupun agamanya. Namun sayangnya, Pancasila baru dirasakan baik pada tatkala dikatakan. Sebaiknya, belum pada tingkat diimplementasikan dan atau diamalkan.
Dalam kehidupan sehari-hari, upaya menyatukan antara apa yang ada di dalam hati, ucapan, dan perbuatan ternyata bukan perkara mudah. Apa yang ada di dalam hati seringkali berbeda dengan yang diucapkan dan begitu pula berbeda dengan yang dilakukannya. Sehari-hari orang mengatakan Pancasila itu indah, tetapi bersamaan dengan menyebut indah itu sekaligus mengingkarinya. Banyak orang pintar berkata-kata tetapi tidak selalu menyadari apa yang dikatakan. Dalam kehidupan ini yang dibutuhkan bukan sebatas kata-kata indah tetapi adalah perwujudan kata-kata yang terdengar indah itu.
Sudah sekian lama Pancasila diidolakan, dicintai, dipandang benar, dan diajarkan kepada para siswa, mahasiswa dan kepada masyarakat pada umumnya. Tetapi sekalipun sudah melewati masa 75 tahun, ternyata Pancasila masih berhenti pada tingkat dikatakan, didiskusikan, diseminarkan, dan bahkan pada hal tertentu diperdebatkan. Bahkan di masa corona yang seharusnya nilai-nilai Pancasila dijadikan pegangan dalam menyelesaikan persoalan berat ini, ternyata masih saja diabaikan. Pancasila dikiranya cukup disebut atau dikatakan dan bukan diamalkan dan atau dilaksanakan. Wallahu a’lam
Prof. Dr. Imam Suprayogo
Guru Besar UIN Malang
Ketua Dewan Pakar Tazkia IIBS