Thursina IIBS Ajak Santri Menelaah Hikmah Peristiwa Isra’ Mi’raj bersama Syeikh Asal Palestina

“Peristiwa Isra’ juga menjadi momentum untuk menunjukkan bahwa sebenarnya manusia diciptakan dengan naluri untuk memilih yang baik. Itu merupakan fitrah seorang manusia,” ungkap Syeikh Ahmad Abuajwa Al-Palestine kepada santri Thursina International Islamic Boarding School (IIBS) saat menjadi pembicara dalam acara peringatan Isra’ Mi’raj  (11/03).

Mengusung tema “Memperkuat keterhubungan antara ruh dan jasad”, peringatan Isra’ Mi’raj ini dilangsungkan secara daring dan diikuti oleh seluruh santri putra dan putri Thursina IIBS. Pada momen ini, Syeikh Ahmad yang tidak hanya menyampaikan tentang Rihlah atau Perjalanan Rasul dalam Isra’ Mi’raj, namun juga tentang hikmah dibalik peristiwa Isra’ Mi’raj. Santri juga akan diajak untuk memahami bagaimana caranya agar memiliki cita-cita dan motivasi dalam menghafal AlQuran.

  

Mengawali materi, Syeikh Ahmad mengungkapkan sejatinya peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan peristiwa yang sangat luar biasa dan penuh mukjizat. Isra’ yang merupakan perjalanan dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsa, ditempuh Nabi hanya dalam kurum waktu semalam. Padahal, seseorang membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk bisa menempuh jarak 1233 km. Kejadian luar biasa lainnya saat peristiwa Isra’ Mi’raj adalah ketika Malaikat Jibril membersihkan dada Nabi Muhammad SAW dan mengisinya dengan keimanan kemudian melakukan perjalanan ke sidratul muntaha.

“Setelah peristiwa itu hati Nabi menjadi bersih dan penuh dengan iman kepada Allah SWT. Kejadian penyucian hati itu merupakan yang kedua kalinya dialami Nabi Muhammad SAW,” jelasnya.

Lebih lanjut, Syeikh menjelaskan bahwa perjalanan Isra’ dan Mi’raj bukanlah perjalanan yang tiba-tiba. Terdapat beberapa sebab yang mendasari terjadinya perjalanan ini. Diantaranya adalah meninggalnya istri Nabi, Khadijah, dan paman Nabi, Abu Thalib. Setelahnya, Nabi juga mengalami berbagai kesulitan dalam dakwah Islamnya kepada penduduk Thaif. Rangkaian peristiwa itu juga dikenal dengan peristiwa Tahun kesedihan.

“Isra’ Mi’raj menjadi bukti kuasa Allah SWT sekaligus untuk menguatkan Nabi setelah mengalami beragam kesedihan,” jelasnya.

  

Peristiwa Isra’ dan Mi’raj juga mengandung banyak hikmah bagi umat muslim. Salah satunya adalah tentang sabar. Sebab jika seorang bersabar, maka Allah SWT pasti akan memberikan jalan kepada umatnya. Hikmah lainnya adalah bahwa tidak ada batasan apapun bagi takdir Allah. Di zaman yang masih minim teknologi, namun Nabi Muhammad SAW sudah bisa melakukan Isra’.

“Jumlah waktu sholat yang hanya 5 kali sehari, namun mendapatkan pahala setara sholat 50 waktu sehari juga merupakan hikmah yang sangat besar dari peristiwa Isra’ Mi’raj,” jelas Syeikh Ahmad.

Peristiwa Isra’ dan Mi’raj juga menjadi bukti betapa tingginya kedudukan Nabi Muhammad SAW diantara para Nabi lainnya dan juga di sisi Allah SWT. Selain itu, peristiwa Isra’ Mi’raj juga menunjukkan keistimewaan Masjidil Aqsa yang merupakan masjid kedua yang dibangun setelah Masjidil Haram. Dalam beberapa literatur juga disebutkan bahwa Masjidil Aqsa merupakan kiblat bagi umat muslim. “Kondisi Masjid Aqsa bisa menjadi tolak ukur kekuatan umat muslim di dunia,” ujarnya.

Menyampaikan materi terakhir, Syeikh Ahmad menjelaskan tentang pentingnya menghafal dan mempelajari Al-Quran. Saat seseorang selalu mencoba untuk membaca dan memahami Al-Quran, maka dirinya memiliki kesempatan yang besar untuk bisa berada di Al-Quran. Bahkan Nabi Muhammad SAW selalu murajaah ayat-ayat yang telah diterimanya. “Orang yang menghafal AlQuran sudah pasti akan membaca lebih banyak. Sehingga semakin banyak pula pahala yang bisa didapat,” ungkapnya.

Syeikh Ahmad menekankan bahwa saat menghafal Al Quran harus selalu diniatkan hanya untuk Allah SWT. Keikhlasan yang dimiliki saat menghafal AlQuran, akan semakin memudahkan proses menghafal AlQuran. Selain itu, menghafal di usia muda juga akan lebih mudah. Sebab, seseorang cenderung lebih mudah menghafal dan mengingat di usia muda dibandingkan saat mulai menghafal di usia yang lebih tua. Menambahkan, Syeikh Ahmad juga mengungkapkan bahwa saat menghafal Al-quran tidak boleh sembarangan, namun harus memiliki rencana dan target.

“Yang terpenting adalah bukan seberapa banyak yang kita hafal, tetapi seberapa mutqin hafalan kita,” pungkasnya.

Direktur Kepesantrenan, ustadz Muhammad Rajab mengungkapkan bahwa melalui kegiatan ini harapannya seluruh santri dan peserta bisa memperkuat tali hubungan dengan Allah SWT secara Kaffah. Artinya secara fisik dan batin selalu tunduk kepada Allah SWT, sebagaimana peristiwa Mi’raj yang dialami rasul. Melalui peristiwa itu rasul secara langsung menghadap Allah SWT untuk menerima perintah sholat 5 waktu. “Sebagaimana peristiwa itu, sholat menjadi waktu-waktu kita untuk bisa berkomunikasi secara langsung kepada Allah SWT,” ungkap ustadz Rajab. (Nai/lil)


Share this post