Suguhkan Inovasi Media Pembelajaran Pewayangan, Asatidz Thursina IIBS Sabet Juara Pertama dalam Olimpiade Sejarah Nasional

Bersaing dalam Olimpiade Sejarah ke X Tingkat Nasional, Asatidz Thursina International islamic Boarding School (IIBS) berhasil menyabet tempat pertama. Pada acara yang diselenggarakan 07 – 13 Maret 2022 itu, Ustadz Fajar Santoso, S. Hum berhasil mengalahkan 60 peserta lainnya dalam kategori Essai Sejarah bagi guru. Mengangkat judul essai “Wasritano (Wayang Sri Tanjung Surowono) Sebagai Alternatif Pendidikan Karakter Dari Relief Candi Surowono”, dirinya berusaha memberikan alternatif baru dalam memberikan pendidika karakter bagi siswa.

Pengambilan tema ini berangkat dari keresahan Ustadz Fajar, sapaannya, melihat tingginya angka kenakalan remaja di Indonesia. Padahal Indonesia jelas memiliki beragam nilai luhur yang sudah tertuang dalam sejarah. Terlebih arus pendidikan Indonesia saat ini lebih menekankan pada pentingnya pendidikan karakter bagi anak. Tentu saja hal itu patut disayangkan.

“Aspek intangible, nilai-nilai luhur dalam sejarah itu butuh medium yang lebih interaktif agar bisa membekas dalam ingatan anak-anak,” ungkapnya.

   

Bentuk pertunjukan pewayangan menjadi salah satu cara yang patut dicoba. Dalam hal ini, Ustadz Fajar menyampaikan nilai-nilai yang terkandung dalam kisah pada Relief Candi Surowono. Sebuah candi peninggalan kerajaan Majapahit yang terletak di Kota kediri. Relief pada Candi Surowono yang dipahatkan bercerita tentang hewan-hewan dan kehidupan manusia. Sedangkan pada badan candi bercerita tentang relief ksatria dan perjalanan roh diantaranya relief Sri Tanjung.

“Kisah Sri Tanjung banyak memuat nilai tentang kejujuran, kesabaran, dan juga perihal mawas diri. Kisah ini pada dasarnya mengajak kita untuk selalu ingat bahwa apapun yang kita lakukan, kelak akan dimintai pertanggung jawaban,” jelasnya.

  

Sebelumnya, implementasi wayang Sri Tanjung sebagai sarana penyadaran moral sudah diterapkan di warga sekitar sebagai acara tahunan. Ustadz Fajar mengungkapkan, implementasi pertunjungan pewayangan kepada santri dapat dimodifikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia ataupun bahasa Inggris. Tentu saja, hal itu tentu menjadi tantangan tersendiri.


Lebih lanjut, Ustadz Fajar menyampaikan, dengan mengikuti perlombaan atau berusaha terus menulis di berbagai media menjadi salah satu bentuk kontribusi terhadap sekolah. Sebab kegiatan-kegiatan itu juga sedikit banyak akan memberi motivasi kepada santri untuk melakukan hal yang sama.

“Paling penting adalah berpartisipasi dan berusaha maksimal. Niat utamanya justru keikut sertaan ini menjadi motivasi sendiri bagi santri. Bahwa tidak hanya mereka yang sedang belajar, tetapi juga gurunya” pungkasnya. (nai/lil)

Share this post