Rumah Sebagai Basis Membangun Akhlak
Pada akhir-akhir ini orang mulai merasakan betapa pentingnya membangun akhlak mulia. Hal demikian itu tidak saja dirasakan di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, tetapi juga negara. Di sadari bahwa sumber kerusakan dalam kehidupan ini bermula dari rendahnya akhlak, atau dalam bahasa lainnya disebut karakter atau mental. Presiden juga mengingatkan betapa pentingnya digalakkan revolusi mental.
Bangsa Indonesia yang sudah 75 tahun merdeka, dirasakan masih kaya masalah terkait dengan mental, karakter, dan akhlak ini. Hubungan antar orang, kelompok, organisasi dan bahkan kepemimpinan diwarnai oleh suasana disharmoni. Hujat menghujat, fitnah, menyebarkan berita bohong, hasut menghasut dipandang hal biasa. Seolah-olah hal-hal tersebut dibolehkan, termasuk oleh agama.
Demikian pula, dalam birokrasi pemerintah, isu-isu tentang penyimpangan, berupa korupsi, kolosi, dan nepotisme, semuanya dibenci oleh semua orang. Namun anehnya, tatkala sedang bersuara anti korupsi seseorang bisa-bisanya juga melakukan penyimpangan itu. Bersuara membenci korupsi, tetapi dirinya sendiri juga melaksanakannya. Aneh sekali, antara pekerjaan hati, mulut, dan tindakannya tidak terkoordinasi.
Melihat kenyataan tersebut, mengingatkan pada apa yang disebut dengan istilah karakter, mental, dan juga akhlak. Orang mulai sadar bahwa sumber dari persoalan bangsa ini adalah akhlak. Bangsa ini tidak maju bukan karena tidak memiliki sumber alam dan sumber daya manusia, melainkan karena miskin karakter dan akhlak. Setiap saat selalu terdengar berita uang negara hingga triliyunan rupiah diembat atau dikorup. Celakanya, yang melakukan bukan lagi orang perorang, melainkan bersama-sama. Dilakukan dengan cara rapi dan sistematis, sehingga tidak mudah dideteksi.
Memperbincangkan karakter, mental, dan akhlak, yang amat sulit diselesaikan, mengingatkan pada konsep peran rumah dalam kehidupan. Jika direnungkan secara saksama, rumah memiliki pengaruh yang luar biasa dalam membangun karakter, mental, dan akhlak. Rupanya ada kaitan arat antara karakter atau akhlak dengan rumah. Orang yang melupakan rumah, ternyata memiliki masalah dalam kehidupannya sehari-hari.
Setidaknya setiap orang memiliki tiga jenis rumah, yaitu rumah pribadi, rumah milik bersama pada sebuah lingkungan atau komunitas, dan rumah untuk seluruh umat manusia. Akhlaknya menjadi terpelihara manakala kesemua rumah tersebut selalu dihuni, atau setidak-tidaknya didatangi pada setiap saat secara istiqomah. Rumah pribadi milik siapa saja, jika tidak ditempati, maka akan cepat rusak. Seringkali kita melihat banyak perumahan yang tidak berpenghuni akan tidak bercahaya dan juga cepat rusak.
Rumah yang tidak berpenghuni, bukan saja bangunannya yang rusak, tetapi bisa jadi termasuk penghuninya. Ketika seseorang selalu meninggalkan rumah, tanpa keterangan yang jelas, berakibat kehidupan mereka tidak harmonis. Itulah sebabnya, orang Jawa menyebut orang yang meninggalkan rumah tanpa keterangan yang jelas dengan sebutan minggat, gelandangan, atau mbambung. Semua istilah tersebut berkonotasi buruk. Maka, jangan meninggalkan rumah tanpa keterangan yang jelas, akan disebut bambung, suatu sebutan yang enak didengar.
Rumah jenis kedua adalah tempat ibadah. Bagi umat Islam adalah masjid dan atau mushalla. Orang yang rajin ke masjid dan atau mushalla, shalat berjama’ah secara istiqomah, kehidupannya akan menjadi damai. Tidak saja dirasakan oleh dirinya sendiri, melainkan juga oleh sesama jama’ah masjid atau ,mushalla. Orang yang secara istiqomah, pada shalat lima waktu rajin melaksanakannya di masjid atau mushalla, hatinya akan terpelihara. Akhlaknya akan menjadi terpelihara pula.
Sedangkan rumah yang ketiga adalah rumah yang diperuntukkan bagi seluruh ummat manusia, disebut baitullah. Tempatnya adalah di tengah-tengah bangunan Masjidil Haram. Baitullah sendiri sebenarnya adalah ghaib, diberi tanda berupa bangunan Ka’bah oleh Nabi Ibrahim. Sebutan Ka’bah sendiri dikaitkan dengan nama orang yang meninggikannya, yaitu Ibrahim As., berasal dari suku Ka’ab.
Siapa saja, penduduk bumi ini, ketika sedang shalat, setidak-tidaknya lima kali sehari semalam, diwajibkan menghadap ke tempat yang mulia ini, disebut berkiblat ke baitullah. Sebenarnya bukan sekedar menghadap, tetapi hatinya atau ingatannya harus berada di tempat mulia ini. Disebut sebagai tempat mulia oleh karena di tempat itu ada orang mulia, kekasih Allah. Baitullah yang bertanda ka’bah inilah sebenarnya dinyatakan sebagai tempat menyembah Allah secara berhakekat.
Orang yang ingatannya berada di tempat mulia ini, maka penyakit hatinya akan dicabut (Q.S.7:43). Akhirnya, hatinya akan menjadi sehat. Orang yang hatinya sehat, maka mental, karakter dan akhlaknya akan menjadi sehat. Melakukan apa saja, bagi orang yang hatinya sehat, akan selalu mempertimbangkan baik atau buruknya terhadap dirinya. Sebaliknya bukan sekedar pertimbangan untung dan rugi belaka.
Memahami beberapa jenis rumah tersebut, yaitu rumah pribadi, rumah Bersama milik komunitas, dan yang terpenting rumah bagi seluruh umat manusia, memiliki hubungan yang signifikan terhadap upaya merawat karakter, mental, dan akhlak.
Jika konsep tersebut dipandang dan bahkan diyakini benar, maka memperbaiki persoalan karakter, mental, dan akhlak, sebenarnya tidaklah terlalu sulit. Yaitu ajaklah semua orang memelihara hubungan dengan ketiga jenis rumah tersebut. Insya Allah persoalan yang dipandang sulit diselesaikan tersebut, sebenarnya ada jalan keluarnya. Wallahu a’lam
Prof. Dr. Imam Suprayogo
Guru Besar UIN Malang
Ketua Dewan Pakar Tazkia IIBS