Pendakian Bukit Sinai, Menapaki Sejarah Tiga Agama Bersama Alumni Thursina IIBS
Dalam surat Al A’raf Allah menceritakan tentang Nabi Musa yang mengajak
berdialog dengan Allah. Bukit Sinai adalah tempat di mana Nabi Musa meminta
Allah untuk menampakkan wujud-Nya. Kejadian yang tertulis dalam Al Quran ini
menjadi salah satu kejadian yang kemudian Nabi Musa bertaubat. Masyarakat
Indonesia lebih mengenal Bukit Sinai dengan nama Gunung Thursina.
Ziarah dan mengunjungi tempat bersejarah bagi umat muslim ini menjadi salah
satu tujuan alumni Thursina International Islamic Boarding School (IIBS).
Delapan alumni Thursina IIBS melakukan ziarah berkunjung ke Bukit Sinai
sekaligus makam-makam para nabi di wilayah itu.
“Selama perjalanan, kami hanya ditemani gelap dan sunyi. Di sekeliling yang
kami lewati semuanya tanpa penerangan,” ungkap Hilman Yunan Yusnizar sebagai
pimpinan rombongan mengawali ceritanya.
Jarum panjang arloji tepat berada di angka satu dini hari. Rombongan alumni
Thursina IIBS mulai bersiap untuk pengarahan oleh pendamping selama perjalanan.
Dalam perjalanan ini memang diperlukan pendamping yang sudah berpengalaman
dalam menaklukkan jalan menanjak menuju puncak sinai. Semula perjalanan ke
bukit Thursina dinilai mustahil, karena suhu di Mesir saat itu mencapai 42
derajat. Tetapi, qodarullah, keesokan harinya suhu udara di Mesir
turun 35 derajat.
Nizar, panggilan akrabnya, menceritakan perjalanan diawali dengan
pengarahan di salah satu penginapan di Kairo, ibu kota Mesir. Setelah selesai
mengemas barang bawaan, seluruh rombongan menuju mobil travel. Dalam kebiasaan
di Timur Tengah, setiap perjalanan yang menyertai wanita maka akan ada
pendamping polisi wanita.
Inilah sisi menarik sekaligus menantang dalam perjalanan ini. Jalur yang
dilalui adalah jalur terusan suez yang merupakan jalur international dengan
penjagaan yang sangat ketat. Terdapat beberapa check point provinsi
yang harus lewati. Disinilah peran polisi wisata dalam perjalanan. Mereka akan
membantu memastikan bahwa seluruh barang-barang, administrasi perjalanan,
hingga identitas aman untuk melanjutkan perjalanan.
Bukit Sinai merupakan sebuah daerah yang berada di wilayah perbatasan
berbagai negara. Sehingga selama perjalanan seringkali dijumpai pemeriksaan
dokumen, pemeriksaan jumlah penumpang dan lain sebagainya.
“Tidak semua orang bisa mendapatkan izin untuk bisa masuk wilayah Bukit
Sinai. Karenanya, seluruh wisatawan wajib mematuhi regulasi yang ada jika
hendak berkunjung ke wilayah Bukit Sinai,” jelas santri yang juga sedang
menempuh studi di Applied Science Private University, Jordan.
Perjalanan menuju Bukit Sinai melewati kanal yang mendunia dengan panjang
163 KM yaitu Terusan Suez. Kurang lebih 3 jam perjalanan hingga rombongan
berhenti sejenak di tempat peristirahatan sementara. Beberapa jam kemudian
rombongan tiba di St. Catherine yang merupakan sebuah biara bersejarah pada
masanya. St. Catherine merupakan biara kuno dan masuk dalam daftar situs
warisan dunia UNESCO.
Keseluruhan wilayah St.
Catherine itu suci bagi tiga agama dunia: Kristen, Islam, dan Yahudi. Didirikan
pada abad ke-6, dan merupakan biara Kristen tertua yang masih difungsikan
sebagaimana awalnya. Dinding dan bangunannya sangat penting untuk studi
arsitektur Bizantium. Gedung-gedung biara menyimpan koleksi naskah kuno dan
ikon-ikon Kristen yang luar biasa. Pemandangan pegunungan terjal, yang berisi
berbagai situs arkeologi dan agama, serta monumen, membentuk latar belakang
yang sempurna bagi biara ini.
“Saat memasuki wilayah St. Cathrine, ada sebuah tugu yang mana dituliskan
surat Al Quran yaitu Surat Taha ayat 8-12 yang menceritakan tentang kisah
Nabi Musa,” ungkap Nizar.
Belum habis ketakjuban dengan bangunan St. Catherine, peziarah disuguhkan
tempat makam para nabi di area tersebut. Ketika melintasi Kota St. Catherine di
Mesir rombongan Thursina juga ditunjukkan dua tempat turunnya nabi dan tempat
berdakwah Nabi Harun dan Nabi Saleh.
“Kami juga melewati sebuah tempat dimana Nabi Harun dan kaumnya dulu
berada. Makam Nabi Harun yang berjejeran dengan sebuah gereja kristiani juga
tak luput dari kunjungan kami,” Nizar melanjutkan ceritanya.
Setelah melewati tempat bersejarah tersebut, rombongan diperlihatkan Patung
Samiri atau patung sapi yang disebutkan dalam kisah Nabi Musa. Samiri adalah
seorang ahli sihir yang memberikan penjelasan palsu pada Bani Israil pada saat
itu. Setelah mengelabuhi Bani Israil, Samiri menyuruh mereka untuk membuat
patung sapi yang mana menjadi sesembahan.
Pendakian Bukit Sinai
Setelah istirahat di penginapan, hari selanjutnya rombongan meneruskan
perjalanan untuk bersiap mendaki Bukit Sinai. Sekitar jam 23:15 waktu setempat,
rombongan mulai melakukan pengarahan sebelum pendakian. Sensasi mendaki gunung
di Timur Tengah, sangatlah berbeda dengan di Indonesia yang dikelilingi oleh
pohon-pohon tinggi dan semak-semak lebat. Selama perjalanan pendakian tidak ada
pohon dan semak.
Hanya bongkahan batu besar dengan pemandangan yang terhampar luas tanpa
penghalang apapun. Bahkan, langit malam dengan hamparan bintang-bintang
terlihat dengan sangat jelas dari jalur pendakian.
Perjalanan menuju puncak Bukit
Sinai bisa ditempuh dengan berjalan kaki atau menaiki unta. Pastinya ada biaya
tersendiri untuk itu. Namun tetap saja memerlukan berjalan kaki karena ada
medan perjalanan yang terjal dan curam dan tidak memungkinkan dilalui oleh
unta. Kurang lebih membutuhkan waktu 7 jam mendaki hingga sampai ke puncak
Sinai.
Perjalanan ke puncak Bukit Sinai cukup menantang, lintasannya terbuat dari
trap-trap batu yang disusun, tentu tidak seragam ketinggiannya, ada anak tangga
yang hanya sekitar 15-20 cm, ada pula yang tingginya 40 cm lebih. Setiap
sekitar 10 menit, peziarah harus beristirahat untuk mengatur nafas dan
mengumpulkan tenaga.
Setengah perjalanan, ada satu warung kecil yang menjual minuman, rombongan
membeli minum disini sekaligus istirahat sejenak. Setelah lelah tiada,
rombongan melanjutkan perjalanan ke puncak, setelah sekitar 1 jam berjalan
mendaki, termasuk beberapa kali istirahat, akhirnya sampai di kawasan puncak
Bukit Sinai.
Meski perjalanan membutuhkan banyak tenaga, kebanyakan peziarah tak ingin
melewatkan keindahan dari puncak Bukit Sinai. Hal yang paling ditunggu di
Puncak Sinai adalah matahari terbit, wisatawan juga dapat menikmati keindahan
panorama seantero Mesir. Di sebelah timur akan tampak hamparan luas pasir Gurun
Sinai, sedangkan di sisi selatan dapat terlihat bentangan Semenanjung Sinai
dengan kota wisata elit Sharm el-Sheikh yang dibatasi birunya Laut Arab.
Meskipun dibantu dengan adanya anak tangga untuk mendaki, namun kontur
tanah yang berbatu, kemiringan, dan suhu yang cukup dingin tak pelak membuat
para peziarah harus berhenti beberapa kali untuk mengisi ulang tenaga.
Beruntungnya, banyak pos peristirahatan dan warung-warung jajanan di sepanjang
jalur pendakian.
“Masyaallah! Itulah kata pertama yang keluar dari bibir kami saat
tiba di puncak Bukit Sinai,” cerita Nizar.
Tidak henti bibir ini bertasbih dan memuji keagungan Allah saat rombongan
sampai di Puncak Sinai. Hamparan pemandangan langit dengan semburat jingga dan
siluet bukit-bukit dan pemandangan kota menyambut kedatangan pendaki. Setelah
sampai puncak, bergegas menunaikan sholat subuh karena waktu telah menunjukkan
pukul 05.00 pagi. Di puncak gunung dengan ketinggian 2.288 meter, rombongan
bertayamum saja untuk pengganti wudhu, baru kemudian shalat subuh di masjid
kecil atau surau.
“Bagi saya, pendakian ke
puncak Bukit Sinai ini adalah perjalanan ziarah yang menggetarkan,” kesan
Nizar.
Perjalanan yang memakan waktu lebih dari setengah hari itu memang tidak
mudah. Nizar mengungkapkan, pendakian ke Puncak Sinai merupakan cerminan
bagaimana ribuan tahun dulu Nabi Musa melepas rindu pada Rabb-nya. Selama
perjalanan Nabi Musa meyakinkan diri tentang banyak keraguan yang kemudian Ia
buktikan dengan berdialog dengan Allah di Puncak Sinai tanpa perantara.
Ketika tiba di Puncak Sinai, seketika itu juga terbayang ribuan tahun lalu
bagaimana Nabi Musa mendaki Bukit Sinai. Seketika itu pula terbayang di
masing-masing benak bahwa ribuan tahun lalu di tempat inilah dasar-dasar agama
diturunkan. Dasar-dasar agama yang kemudian menjadi keyakinan umat Islam,
Kristen, dan Yahudi.
Beribu tahun lalu pula, di Puncak Sinai inilah Nabi Musa berdialog dan
menerima wahyu dari Allah SWT. Di puncak sini lah, Nabi Musa meminta Allah
menunjukkan wujudnya yang berujung pertaubatan Nabi Musa.
“Di Puncak Sinai juga dibangun
masjid kecil dan gereja kecil bagi peziarah yang ingin beribadah, yang pasti
kami tiada henti memuji kebesaran Nya,” ungkap Nizar mengakhiri. (nai/lil)