Mencari Apa Hidup Ini ?
Kita ini tidak pernah merencanakan untuk hidup di dunia. Juga tidak
tahu sebelumnya bahwa ada kehidupan di dunia. Kita tahu-tahu berada di
dunia ini. Kita mengetahui bahwa kehidupan ini berproses, juga setelah
kita melihat pertumbuhan manusia, dari semula bayi yang dilahirkan oleh
ibunya, menjadi anak, kemudian remaja, dan selanjutnya dewasa. Akhirnya,
setiap orang mati, mengakhiri hidupnya.
Pengetahuan tersebut
kita peroleh setelah mengalami dan menyadari kehidupan ini. Artinya
setelah kita mampu berpikir, merenungkan, dan memahami kehidupan.
Pengetahuan tentang kehidupan bahwa ada awal, ada proses, tahap demi
tahap, dan juga ada akhir dari mengalami dan melihat di mana kita
hidup. Yang lebih pentingh lagi, dalam menjalani hidup ada orang yang
menolong. Paling tidak adalah orang tua. Dengan kasih sayang, mereka
merawat, memberi makan, mengajari dan mengenalkan kehidupan, baik
secara sendiri atau diserahkan ke pihak lain, atau disekolahkan.
Secara
alamiah, kehidupan tumbuh dan berkembang. Proses itu tentu berada pada
lingkungan tertentu. Lingkungan itu sendiri bermacam-macam, baik dari
sudut ekonomi, social, budaya, politik, hukum, dan juga agama. Terkait
lingkungan yang berpengaruh itu, bagi semua orang tidak bisa memilih,
misalnya di mana akan dilahirkan, siapa orang tuanya, kapan dilahirkan,
dan seterusnya. Semua hal tersebut bukan kehendak kita sendiri,
melainkan kehendak di luar diri kita.
Hingga meraih usia dewasa,
tidak sedikit orang yang tidak tahu akan kemana kehidupan ini. Tentu
siapapun akan beradaptasi dengan lingkungannya. Secara ekonomi, oleh
karena lingkungannya adalah petani, maka akan menjadi petani. Hidup di
lingkungan nelayan akan menjadi nelayan atau pelaut, lingkungan
pedagang akan membentuk jiwa pedagang. Demikian pula, mereka yang
hidup- di lingkungan peternakan, pebisnis, dan lain-lain. Setiap orang
akan beradaptasi atau menyesuaikan dengan lingkungannya.
Dalam
kehidupan modern, lingkuangan yang dimasuki oleh seseorang semakin luas.
Adanya institusi Pendidikan, maka pengaruhnya luar biasa. Adaptasi
tidak saja terhadap lingkuangan di mana seseorang lahir dan tumbuh,
tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan lembaga Pendidikan tempat
mereka belajar. Lembaga Pendidikan, selain memberikan berbagai jenis
pengetahuan, juga inspirasi, motivasi, cita-cita, dan juga makna
kehidupan itu sendiri.
Terkait makna kehidupan yang berpengaruh
besar kepada seseorang adalah agama. Sebab agama memperkenalkan tentang
kehidupan yang tidak bisa diperolehnya sendiri. Pertanyaan misalnya,
siapa sebenarnya dirinya, tentang nilai baik yang harus dilakukan dan
nilai buruk yang harus dijauhi, tentang siapa Tuhan yang sebenarnya
menciptakan dirinya, serta bagaimana cara berterima kasih kepadaNya.
Terkait agama, seseorang pada umumnya tidak memilih, melainkan mengikuti
orang tua atau siapa saja yang berpengaruh dan memiliki hubungan dekat.
Agama biasanya diwarisi.
Manusia yang selalu berada di
tengah-tengah lingkungan yang beraneka ragam, seperti digambarkan
tersebut, mereka tumbuh bukan saja dari aspek jasmaninya, melainkan
juga dari aspek ruhaninya. Aspek ruhani yang dimaksud misalnya tentang
bagaimana memaknai hidupnya sendiri, bagaimana berterima kasih kepada
orang tuanya, kepada Tuhannya, membangun cita-citanya, menjaga dan
menyelamatkan dirinya, dan lain-lain. Dari aspek ruhani, pada diri
manusia ada dua kekuatan, yaitu dorongan melakukan kebaikan dan
sekaligus dorongan melakukan keburukan.
Pada diri manusia ada
sifat-sifat mulia, seperti ingin melakukan hal benar dan menunjukkan
kebenaran itu di lingkungannya. Tetapi juga sebaliknya, ada kekuatan
yang mendorong untuk melakukan hal-hal yang selain merugikan diri
sendiri, juga mencelakakan orang lain. Dalam pespektif Islam, pada
setiap diri manusia ada iman dan ada sifat kekafiran. Iman mengajak
kepada kebaikan untuk memenuhi suara hati nuraninya, dan sebaliknya
kekafiran mengajak pada perbuatan untuk memenuhi hawa nafsunya.
Dua
kekuatan yang ada pada diri setiap orang ternyata saling pengaruh
mempengaruhi. Siapa pemenangnya, tentu dialah yang kuat. Agama
sebenarnya hadir memberikan petunjuk untuk memenangkan imannya. Dalam
kehidupan ini ada konsep keselamatan dan juga konsep kembali ke tempat
asal. Hidup yang dijalani sebagai anugerah Tuhan harus diselamatkan dan
harus bisa kembali. Keselamatan dan berhasil Kembali itu hanya bisa
diraih oleh orang yang mampu memperkukuh imannya serta mensucikan apa
yang ada di dalama hatinya.
Orang beriman cenderung pada
kebaikan dan keselamatan bersama. Sebaliknya, kekafiran atau ingkar
cenderung untuk mencari kepuasan dirinya tanpa mempertimbangkan akibat
kerusakan, baik itu kerusakan dirinya, orang lain, dan bahkan
lingkungannya. Agama sebenarnya adalah merupakan petunjuk kepada siapa
saja agar berhasil menyelamatkan kehidupannya dan dapat kembali ke
tempat asalnya. Tentu petunjuk berupa agama ini tidak mudah diterima
oleh setiap orang. Bagi orang yang lebih cenderung pada upaya memenuhi
sifat hawa nafsunya, tidak mudah menerima petunjuk keselamatan, berupa
agama.
Kekuatan dari dalam diri setiap orang berupa iman, yang
bersifat siddiq, amanah, tabligh, dan fathonah bisa dikalahkan oleh
sifat hawa, nafsu, dunia dan setan. Kenikmatan yang bersifat dekat, atau
disebut dunia, seperti harta, wanita, tahta, dan semacamnya lebih
memiliki daya tarik dibanding janji-janji kenikmatan yang bersifat
jauh, yakni kehidupan di akherat.
Manusia dihadapkan pada dua
kekuatan besar tersebut, yang sama-sama kuatnya. Manusia tanpa petunjuk
atau hidayah tidak mampu memilihnya sendiri. Itulah posisi agama yang
datang dari Allah dan dibawa oleh rasulNya. Siapa yang diberi petunjuk
akan memperoleh keselamatan dan sekaligus kebahagiaan secara sempurna.
Sebaliknya, bagi mereka yang tidak memperolehnya akan tersesat. Orang
yang tidak mendapatkan petunjuk kadangkala tampak beruntung, misalnya
terpenuhi kebutuhan dan keinginannya di dunia, seperti harta, wanita,
dan pangkat, dan sejenisnya. Akan tetapi sebenarnya, keuntungan
dimaksud hanyalah bersifat semu dan sementara.
Pertanyaan
mendasar dan penting yang perlu dijawab adalah, mana yang menjadi
pilihan, antara kenikmatan dunia dan akherat. Tentu tergantung kepada
masing-masing orang. Agama memberikan petunjuk, dan juga tidak memaksa.
Pada bulan Ramadhan Allah mewajibkan berpuasa dimaksudkan agar
memperoleh derajad taqwa. Derajad mulia di sisi Allah yang disebut taqwa
itu menjadikan seseorang memilih jalan menuju kepada kebahagiaan yang
bersifat jauh, tanpa melupakan kebahagiaan yang dekat atau yang bersifat
duniawi.
Tatkala sedang berada di bulan Ramadhan seperti
pada saat sekarang, kita melaksanakan atau meninggalkan, terserah pada
kita, tidak ada yang memaksa. Memilih kebahagiaan yang bersifat dekat,
duniawi atau sebaliknya, jauh dan sekaligus dekat, yaitu jalannya para
utusan Allah, sepenuhnya menjadi pilihan kita sendiri. Kita boleh saja
memilih yang mana, terserah masing-masing. Pertanyaannya, mau mencari
apa hidup ini ? Wallahu a’lam.
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo
Guru Besar UIN Malang
Ketua Dewan Pakar Tazkia IIBS