Interdisipliner Menjawab Tantangan Pendidikan Abad 21
Saat ini, penyelenggaraan sistem pendidikan di Indonesia dituntut untuk mampu membekali siswa dengan penguasaan terhadap tema-tema indisipliner abad 21. Salah satunya adalah Enviromental Literacy. Enviromental Literacy mengarah kepada pemahaman, kemampuan analisis, hingga melaksanakan tindakan solutif untuk memecahkan berbagai masalah tentang lingkungan. Literasi ini sesungguhnya muncul karena kegelisahan atas kerusakan lingkungan yang semakin tinggi.
Saat ini, konsumsi terhadap plastik semakin tinggi sehingga menciptakan bencana sampah yang luar biasa. Ada sekitar 8 juta ton sampah plastik yang mengambang di laut setiap tahun dan menurut Ocean Conservacy Report 2015, lebih dari setengah jumlah tersebut berasal dari negara-negara di Asia seperti Tiongkok, Indonesia, Filipina, Thailand dan Vietnam.
Lebih parah lagi, berbagai temuan menunjukkan adanya beragam hewan yang mengkonsumsi plastik seperti paus, penyu, ikan, dan lain-lain. Seorang doktor dari UQ’S School of Biological Science, Qamar Schuyler, mengungkapkan hasil studi yang mengindikasikan bahwa hampir 52% penyu di seluruh dunia pernah memakan sampah. Masalah tentang sampah merupakan masalah global yang menjadi tantangan besar yang harus diselesaikan bersama, khususnya oleh generasi muda masa depan.
Salah satu cara untuk membangkitkan kepedulian lingkungan adalah dengan menciptakan sistem pembelajaran yang mampu mengintegrasikan pembelajaran dengan literasi lingkungan. Cara tersebut berupa Enviromentally-Aware Integrated-Project Based Learning.
Enviromentally-Aware Integrated-Project Based Learning bertolak dari Project Based Learning (PjBL) dan memiliki dua core pembelajaran, yaitu enviromental awareness dan Integrated-Project Based Learning. Enviromentally awareness merupakan sebuah proses untuk memahami, mengidentifikasi, menganalisis, dan menggagas ide kreatif untuk menyelesaikan berbagai masalah lingkungan untuk mengasah kepedulian terhadap lingkungan sekitar dan kepekaaan sosial.
Integrated-Project Based Learning merupakan sebuah pembelajaran berbasis proyek yang dikembangkan oleh siswa untuk mewujudkan ide kreatif mereka dalam menyelesaikan masalah lingkungan dengan mengintegrasikan berbagai mata pelajaran untuk mengembangkan wawasan keilmuan dan pola berpikir yang holistik. Dengan demikian, siswa harus mengembangkan sebuah proyek berupa produk atau jasa untuk menyelesaikan masalah lingkungan di sekitar mereka.
Enviromentally-Aware Integrated-Project Based Learningterdiri dapat ditunjukkan dalam empat indikator, yaitu menunjukkan pemahaman terhadap berbagai informasi tentang kondisi lingkungan, menunjukkan pemahaman tentang pengaruh keberadaan/aktivitas manusia terhadap alam, menganalisis permasalahan lingkungan, dan melakukan aksi nyata untuk mengatasinya.
Adapun pembelajaran tersebut terbagi menjadi 5 tahap. Pertama, melakukan investigasi dan analisis permasalahan. Dalam tahap ini siswa diajak untuk menginvestigasi dan menganalisis masalah-masalah lingkungan yang ada di sekitar mereka. Mereka harus mampu mengidentifikasi dan menganalisis latar belakang serta dampak dari masalah yang mereka temukan. Mereka juga harus meningkatkan telaah terhadap berbagai literatur untuk memperdalam wawasan. Tahap ini akan membentukenviromental awareness dan social and cross-cultural skills siswa.
Kedua, merumuskan solusi pemecahan masalah. Dalam tahap ini siswa diajak mengerucutkan masalah dan menemukan sebuah solusi yang kreatif dan inovatif untuk mengatasi masalah tersebut. Mereka harus mampu mengaitkan solusi tersebut dengan berbagai mata pelajaran. Misalnya, proyek tentang Sistem Kunjungan Pantai Bebas Sampah. Proyek tersebut merancang sebuah sistem rekreasi ke pantai yang bisa meminimalisasi pembuangan sampah sembarangan oleh pengunjung dengan cara pendataan di posko pemberangkatan dan prosedur denda.
Siswa harus belajar untuk mengintegrasikan solusi tersebut dari berbagai sudut pandang mata pelajaran, misalnya pengelolaan sampah (sains dan ekologi), peningkatan perekonomian masyarakat (ekonomi), perhitungan untung-rugi pada ticketing (matematika), kondisi awal pantai (sejarah), peran pemerintah (sosial), dan lain-lain.
Pengintegrasian tersebut akan membuat siswa harus berpikir secara menyeluruh dan mendalam sehingga menciptakan sudut pandang yang berimbang. Pada tahap ini, critical thinking and problem solving skillssiswa akan mulai terbentuk karena mereka harus mengaitkan berbagai pendapat, literatur, dan hasil analisis untuk menemukan solusi terbaik.
Ketiga, mencipta. Dalam tahap ini siswa harus mewujudkan solusi yang sudah mereka buat menjadi sebuah produk berupa layanan, prosedur, atau sistem yang akuntabel, logis, dan sistematis sehingga bisa diterapkan dalam masyarakat. Tahap ini merupakan tahapan yang sangat cocok untuk menumbuhkan produktivitas dan akuntabilitas siswa secara nyata.
Keempat, melakukan uji coba sederhana dengan menerapkannya pada sampel penduduk atau lingkungan tertentu. Pada tahap ini, siswa diharuskan untuk menyampaikan produk yang sudah dibuat pada sampel sehingga mereka bisa mencermati keterterapan produk yang dibuatnya sekaligus mengukur respon masyarakat. Mereka juga melakukan revisi produk sesuai dengan hasil observasi dan catatan percobaan. Pada tahap ini, karakter initiative, self-direction, communication, dan collaboration skill siswa akan terbentuk.
Kelima, melakukan implementasi produk secara luas. Pada tahap ini siswa akan menerapkan produk yang dibuat secara luas pada populasi yang lebih besar. Hal tersebut dilakukan supaya mereka bisa mengetahui keterterapan asli dari produknya. Selain itu, mereka juga bisa memberikan manfaat yang lebih besar pada orang lain. Pada tahap ini, communication and collaboration skill siswa akan semakin terasah.
Keenam, evaluasi dan refleksi. Pada tahap ini siswa melakukan evaluasi mulai dari proses analisis masalah, perencanaan produk, hingga pelaksanaan. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui kekurangan dan kelemahan dari proyek yang sudah mereka jalankan. Setelah itu, mereka harus melakukan refleksi diri untuk menguatkan kembali nilai dan keterampilan yang sudah mereka dapatkan selama ini.
Enviromentally-Aware Integrated-Project Based Learning merupakan salah satu pembelajaran alternatif untuk menjawab tantang abad 21, khususnya untuk meningkatkan kepedulian lingkungan. Program tersebut harus terus disempurnakan supaya bisa diterapkan secara masif dalam sistem pendidikan di Indonesia. (*)
Oleh : Hilmia Wardani, Pengajar di Tazkia IIBS Malang dan Pemerhati Sosial-Bahasa.
Sumber : Malang Post