Act Locally Think Globally, Santri Thursina IIBS Sabet Juara I di Ajang NALATICO

November 2024 menjadi momen membanggakan bagi Thursina International Islamic Boarding School (IIBS). Para santri kembali menunjukkan prestasi gemilang pada Nala Technology and Science Competition (NALATICO). Sebuah ajang kompetisi tingkat nasional yang dilaksanakan di SMA Taruna Nala, bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Jawa Timur. Kompetisi ini dirancang untuk mengasah keterampilan santri, mendorong kreativitas dalam penelitian, dan memberikan penghargaan atas karya ilmiah yang dihasilkan. Adalah santri kelas XII, yaitu Kayla Lucrezia dan Raras Pavita, serta satu santri kelas XI Shafa Aini. Ketiga santri mendapatkan medali emas dan membuktikan keunggulan mereka dalam bidang sains dan teknologi.

Ustadzah Ratu Fatimah atau yang biasa dipanggil Ustadzah Rafa menyampaikan, ada seleksi abstrak dan presentasi secara daring (online). Ide dan gagasannya berkaitan dengan pengelolaan limbah batu baterai kepada ibu-ibu Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di tiga Rukun Tetangga (RT) Desa Landungsari Kecamatan Dau. Alasannya karena faktor kedekatan dan di beberapa RT sudah ada manajemen pengelolaan pemilahan sampah. Selain itu, Thursina IIBS berkomitmen untuk memberikan nilai kebermanfatan, khususnya di wilayah terdekat. “Ibu-ibu PKK ini pengaruhnya besar ke masyarakat. Seorang ibu memiliki andil besar dalam manajemen sampah apalagi jika melibatkannya dalam gerakan komunitas,” tutur Ustadzah Rafa.

 

Para santri dan Ustadzah Rafa selaku pembimbing, terinspirasi dari angkatan sebelumnya tentang manajemen sampah batu baterai. Penelitian itu tentang persepsi masyarakat Indonesia terhadap pengelolaan sampah batu baterai di Indonesia. Kemudian Raras, Kezia dan Shafa mengaplikasikan ide secara nyata kepada masyarakat. Apa yang digagas oleh para santri menjadi sangat penting. Di Indonesia manajemen sampah batu baterai masih dianggap sebelah mata. Berdasaran Hasil temuan, masyarakat sering membuang sampah batu baterai dengan mencampur dengan sampah lain. Padahal sampah batu baterai termasuk Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Sampah yang memiliki kandungan zat berbahaya untuk kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya, dan merusak lingkungan.

 


Oleh karena itu, perlu penanganan khusus agar tidak menimbulkan dampak negatif berkepanjangan “Sebenarnya, warga bukan tidak mau memilah sampah batu baterai itu, tetapi mereka bingung mau dibuang kemana,” Ustadzah Rafa mengurai temuannya. Di wilayah Malang Raya, pengelolaan sampah plastik sudah banyak, namun tidak untuk sampah batu baterai. Satu-satunya tempat yang bisa mendaur ulang hanya di Surabaya. Para santri-lah yang mendesain kegiatan dan presentasi kepada warga, membagikan kuesioner dan juga menganalisis. Selain ibu-ibu PKK, para santri bekerja sama dengan RT, dan tahap proses penjajakan dengan Ewaste RJ di Surabaya, sebuah organisasi pengelolaan dan daur ulang sampah elektronik di Indonesia. Mereka membantu pengelolaan sampahnya, mengumpulkan dan menyalurkan kepada pihak berwenang.

 

Thursina IIBS memfasilitasi setiap kebutuhan dari santri. Mulai dari brainstorming ide, pendampingan saat pelaksanaan, serta analisis data. Bukan hanya soal kompetisi semata namun lebih kepada proses pembelajaran santri. Banyak hal yang bisa didapatkan. Mereka mampu mendalami konsep social empowerment. Bahwasanya, dalam pemberdayaan masyarakat itu penuh tantangan tetapi memiliki pengaruh yang besar (powerful). Pun sesuatu yang besar dapat dimulai dari yang kecil terlebih dahulu. Bisa dikatakan, santri mampu memberikan perhatian pada komunitas atau lingkungan sekitar, sambil tetap memperhatikan dampak dan pengaruhnya secara global. 

Tantangan yang dihadapi semakin besar. Tidak hanya bagi santri atau lokasi studi kasus santri. Perhatian dari semua pihak termasuk dari pemerintah, bahwa perlu dibentuk pengelolaan sampah batu baterai, mulai dari hulu sampai hilir di Malang.  Apa yang telah diteliti oleh Kayla, Raras, dan Shafa dari kelompok BaBin (Battery Bin), menarik dan belum ada yang mengangkat di tingkat SMA. Mereka memiliki kemampuan persentasi dan analisis data yang baik sebagai modal keunggulan dari peserta lain. Ustadzah Rafa juga berharap ide dan gagasan santri dapat terus dilakukan sebagai bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) dari Thursina IIBS. Terutama dalam mewujudkan lingkungan yang baik. (sls/lil)

Share this post