A Wise Lesson from Prof. Ir. Saswinadi Sasmojo, Ph.D
Penampilannya rapi, bicaranya lugas dan sistematis, pembawaannya tenang dan bersahaja dialah Prof. Ir. Saswinadi Sasmojo, Ph.D. Professor emeritus ini mungkin tidak terlalu popular disekeliling kita tetapi bagi kalangan ahli sains dan teknologi khususnya bagi civitas Institut Teknologi Bandung (ITB) namannya dikenal bak Kyai Hasyim Muzadi di kalangan NU atau Prof. Din Syamsuddin di kalangan warga Muhammadiyah.
Kita tidak akan pernah menyangka diusianya yang sudah emeritus, Prof. Sas (sapaan akrab beliau) masih mampu naik turun tangga 4 lantai gedung Alexandria dengan penuh semangat, tegap percaya diri bahkan tanpa berpegang pada railing tangga seperti orang pada umumnya. Ketika saya pandu naik tangga beliau menolak dengan halus “insyaAllah keseimbangan dan kekuatan fisik saya masih bagus dan kuat”.
Disepanjang perjalanan manaiki gedung, hampir semua sudut ruang tidak luput dari pengamatan beliau.
Dimulai dari ruang makan santri di lantai 1, beliau mengajukan pertanyaan “Bagaimana tata cara makan para santri disini? Apa ada aturan khusus yang berlaku?” Saya jelaskan bahwa ada aturan khusus makan di Tazkia mulai dari awal masuk ruangan, mengambil proporsi makanan, berdoa sebelum makan, membersihkan sisa makananan sampai pada selesai makan. Mendengar jawaban saya beliau tersenyum seraya menambahkan “Bagaimana dengan cara komunikasi saat di ruang makan? Cara memperlakukan makanannya?”
Saya terdiam kemudian beliau menyampaikan dengan bahasa yang halus bahwa tata cara makan atau table manner adalah hal sangat penting untuk diperhatikan. Awal proses perubahan sikap yang paling sederhana tetapi paling sulit dilakukan adalah merubah tata cara makan kita. Beliau kemudian menggambarkan pengalaman pribadinya selama memimpin kampus Politeknik Informasi Del yang berada tepat ditepi danau Toba, Sumatra.
Di kampus yang beliau pimpin kebetulan juga menerapkan sistem berasrama atau boarding. Salah satu tugas berat yang beliau emban adalah merubah sikap dan perilaku mahasiswa setempat agar dapat diterima dikomunitas internasional. Pertama yang beliau lakukan adalah merubah tata cara makan. Beliau memberikan aturan yang jelas dan tegas mulai dari tata cara duduk, memulai dengan doa, menggunakan sendok dan garpu sampai pada cara komunikasi ketika sedang di ruang makan.
Bagi mahasiswa saya, tantangan terberat adalah ketika saya minta makan dengan kondisi nasi tetap berwarna putih. Cukup sederhana tapi dampaknya luar biasa karena melatih kesabaran, sikap peduli dan tertib, tegas beliau.
Yang kedua beliau juga mengharuskan para mahasiswanya berbicara santun dan lirih ketika makan. Menurut beliau budaya komunikasi yang santun dan ketimuran saat makan menjadi tantangan tersendiri sekaligus menjadi awal pembentukan karakter positif yang kuat. Bagimana cara mengendalikan diri kita ketika hidangan yang disajikan tidak sesuai selera, mengendalikan diri ketika harus berbagi dengan teman saat makan, semuanya terekam ketika kita makan. Sederhana tapi semua itu mencerminkan watak dan karakter dasar kita ”you can judge a man from the way he eats” ungkap beliau.
Sekilas berdialog dengan beliau mengajarkan banyak hal pada saya bahwa merubah sikap dan karakter sebenarnya tidaklah selalu sulit jika kita mau memulai dari hal-hal yang terkecil disekeliling kita seperti halnya memperbaiki etika makan, menata alas kaki, merapikan pakaian, menjaga taman dan kebersihan, merapikan tempat tidur dan lain sebagainya.
Sebagai seorang muslim kita pasti tahu bahwa ketika Rasulullah SAW hijrah dan memulai berda’wah di tempat yang baru, beliau memulai dengan memperbaiki ibadah terutama sholatnya.
Pertanyaannya kenapa ibadah sholat kok bukan puasa, zakat dan sebagainya? Tentu sederhana logikanya, sholat adalah ibadah paling besar pahalanya dan agung dihadapan Allah SAW tetapi bagi sebagian kita seringkali dianggap kecil dan remeh sehingga terlupakan padahal ketika kualitas sholat sudah bagus dipastikan kualitas ibadah lainnya juga bagus.
Sehingga tidaklah salah dan sudah seharusanya ketika perbaikan ibadah sholat telah dilakukan, maka kita juga mulai perbaiki hal-hal kecil sederhana disekeliling kita dengan harapan mampu membentuk mental, sikap dan perilaku positif yang sesuai dengan tuntunan ajaran Islam yang indah dan mulia. InsyaAllah kita mulai dari Tazkia dan diri kita tentunya.