Peran Ideal Wali Santri Dalam Organisasi Berbasis Pondok Pesantren
Ada empat pelaku utama dalam judul tersebut diatas yaitu : Wali Santri, Santri, Guru dan Pengurus Organisasi Pondok Pesantren. Interaksi keempat pelaku utama tersebut sangat menentukan keberhasilan tujuan ideal pendidikan islam, yaitu menjadikan santri yang bertaqwa, mengetahui akan dirinya, sikap perilakunya, ilmu dan teknologi yang dimilikinya, ketrampilan-ketrampilannya serta bertanggungjawab terhadap lingkungan sekitarnya.
Kita maklumi bersama, bahwa usaha-usaha untuk membentuk santri yang bertaqwa (sholeh/sholehah) adalah kewajiban kita bersama, khususnya orangtua, dengan harapan bahwa anak yang akan ditinggalkannya dapat menjadi investasi amalan kedua orang tuanya, diakherat kelak. Hal tersebut sesuai dengan hadits Rasulullah SAW :
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631).
Secara alami, dalam hidup ini kita terikat oleh organisasi-organisasi. Baik di lingkungan tempat tinggal kita, yang dimulai dari organisasi di tingkat RT, RW, kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten, provinsi dan negara. Begitu juga dengan organisasi dimana tempat kita bekerja, organisasi hobby, organisasi religi dsb. Organisasi-organisasi tersebut selalu saling berhubungan satu sama lainnya, tergantung transaksi yang terjadi dalam rangka berkegiatan untuk mencapai tujuan yang sama.
Dalam konteks pendidikan untuk anak-anak, kita juga tidak lepas dari berbagai macam organisasi yang terlibat. Mulai organisasi keluarga inti, keluarga besar, sekolah, diknas dll. Dalam tulisan kali ini, Saya mencoba untuk membahas hubungan organisasi antara organisasi keluarga santri dan organisasi pondok pesantren yang bertransaksi terkait pendidikan anak di pondok pesantren.
Semua organisasi, tak terkecuali organisasi keluarga maupun organisasi pondok pesantren selalu mengikuti pola-pola alamiah organisasi yang memiliki keputusan keputusan yang khas dalam berorganisasi, dimana peraturan peraturan hasil keputusan tersebut bertujuan untuk “menjaga arah (tujuan) dari organisasi”.
Dalam perjalanannya, proses pendidikan seringkali terjadi “kesalahfahaman” antara tujuan organisasi keluarga (orang tua) dan tujuan organisasi pondok pesantren (guru dan pengurus). Sebelum membahas lebih lanjut tentang hubungan kedua organisasi tersebut, ada baiknya kita fahami terlebih dahulu gambar dibawah ini, yang memberikan gambaran, betapa kompleksnya proses pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi.
Keputusan organisasi (organization action) dipengaruhi oleh perilaku anggota-anggotanya melalui kompromi antara Individual Action dengan audience learning nya (yang tampak dipermukaan) dengan Shared Mental Model dengan opportunistic learning-nya (yang tidak tampak dipermukaan).
Kita akan membahas yang tampak dipermukaan terlebih dahulu. Sangat dimaklumi bahwa setiap anggota organisasi akan berperilaku sesuai dengan pemahaman role contrained learning-nya, dimana pemahaman aturan aturan main (jobdesk) menjadi sangat mutlak agar tidak melampaui batas-batas kewenangan dalam organisasi. Seseorang akan dikatakan baik, jika secara individual learning mampu belajar, memahami dan melaksanakan semua jobdesk yang menjadi tanggungjawabnya.
Sekarang kita bahas yang tidak tampak dipermukaan. Shared Model Mental adalah hasil dari kemampuan anggota anggota organisasi dalam memahami “fragmented learning” nya, yaitu kemampuan untuk belajar memahami bahwa setiap anggota organisasi memiliki model mental yang ber beda-beda, tetapi dari banyaknya perbedaan model mental yang ada, selalu ada model model mental yang bisa dikompromikan.
Untuk bisa dikompromikan, setiap anggota organisasi perlu belajar memahami superfisial learning, yaitu belajar memahami model mental dengan sekilas melalui pendekatan pribadi, sehingga dapat diketahui keinginan-keinginan yang sesungguhnya dalam mengambil keputusan dalam berorganisasi. Fenomena organisasi tersebut terjadi baik di keluarga inti maupun di pondok pesantren.
Pertanyaannya, dimana letak irisan (intersection) antara organisasi keluarga dan organisasi pondok pesantren. Dalam proses pembelajaran di pondok pesantren. Irisannya terletak di Individual Action. Organisasi keluarga diwakili wali santri dan organisasi pondok diwakili pengurus. Prosess selanjutnya adalah organisasi keluarga diwakili santri, dan organisasi pondok pesantren diwakili guru artinya para santri dan para guru wajib memahami role constrained learning dalam organisasi pondok pesantren.
Idealnya, Santri yang akan mengikuti proses program pembelajaran di pondok pesantren adalah hasil keputusan dari organisasi keluarga yang mengikuti pola pengambilan keputusan seperti tersebut diatas, sehingga tidak terjadi masalah intern antara santri dengan orang tua di kemudian hari sebagai dampak dari pilihan untuk menjadi santri di pondok pesantren. Sehingga masalah yang diperkirakan akan terjadi di pondok pesantren dapat diperkirakan dan dibatasi sekitar kesalahfahaman dalam memahami masalah yaitu hubungan antara santri dengan santri lainnya, santri dengan guru gurunya dan santri dengan manajemen pondok pensantren.
Kesalahafaman antara santri dengan santri seringkali terjadi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan latar belakang sekolah asal, kehidupan keluarga dan lingkungan yang membentuk watak santri. Mulai masalah sikap dan perilaku bangun tidur, mandi, makan, belajar dll. Akan terus menjadi masalah apabila santri tidak menyadari akan pentingnya berorganisasi dalam pondok pesantren. Perubahan perubahan sikap dan perilaku mutlak diperlukan saat memasuki sebuah organisasi baru, tak terkecuali pondok pesantren.
Begitu juga dengan masalah kesalahfahaman antara santri dan guru. Dimana gaya belajar setiap anak dan gaya mengajar setiap guru mempunyai model yang berbeda-beda. Lagi-lagi dibutuhkan pemahaman akan penyesuaian diri dalam proses belajar dan mengajar. Tentu saja Pengurus Pondok Pesantren telah menetapkan aturan main dalam proses belajar mengajar ini sesuai dengan keputusan organisasi yang telah ditetapkan, sehingga semua santri wajib menyesuaikan diri.
Kesalahfahaman antara santri dan pengurus pondok pesantren biasanya berhubungan dengan aturan main diluar proses belajar mengajar. Misalnya cara komunikasi dengan orang tua, cara berkomunikasi sesama santri, pemeliharaan fasilitas kamar mandi, kamar tidur, ruang kelas, olahraga dll.
Dari fenomena diatas dapat diketahui bahwa sumber kesalahafahaman yang terjadi umumnya berasal dari perbedaan budaya cara pandang (persepsi) terhadap proses pengambilan keputusan dalam organisasi sebelumnya, dimana organisasi sebelumnya telah menjadi reference dalam proses mengambil keputusan. Pertemuan budaya inilah yang wajib dimaklumi oleh semua pihak, baik wali santri, santri, guru dan pondok pesantren.
Para guru dan para pengurus pondok pesantren selalu berusaha untuk menegakkan aturan aturan yang berlaku demi terselengaranya proses pembelajaran dalam rangka pembentukan santri yang bertaqwa, holistic and balance. Para guru dan pengurus sadar betul bahwa santri adalah amanah yang diberikan oleh Allah SWT lewat orang tua untuk dididik menjadi manusia-manusia yang bertaqwa. Ketidakpatuhan santri terhadap program pembelajaran adalah tantangan dari proses pendidikan yang sebenarnya. Oleh sebab itu sifat sabar, jujur dan tegas adalah sifat yang ditekankan kepada para guru dan pengurus pondok pesantren dalam menghadapi perilaku para santri.
Informasi yang jujur dari wali santri telah banyak terlibat dalam pembentukan watak santri sebelum masuk pondok pesantren jelas sangat dibutuhkan. Hal ini dapat membantu para guru dan pengurus untuk memahami riwayat dari watak para santri, sehingga watak yang baik dapat ditingkatkan dan watak yang tidak sesuai dengan ajaran islam dapat dikurangi sampai dihilangkan.
Akhirnya komunikasi yang jujur, berkualitas dan berkelanjutan antara walisantri, santri, guru dan pengurus pondok pesantren sangat menentukan keberhasilan para santri untuk menjadi manusia yang bertaqwa, holistic and balance. Semoga tulisan singkat ini bermanfaat. Wallahualam bishowab...
oleh:
Ir. H. Sentot E. Parijatno, M.T (Senior Advisor Tazkia International Islamic Boarding School)